Detik24jam,com

Cepat & Terpercaya

Opini Korupsi: Antara Candu dan Budaya

Loading

Oleh: Riri Anggraini

Korupsi di Indonesia sifatnya sistemik, terkait erat dengan budaya yang telah tertanam dalam masyarakat. Praktik saling memberi suap dan nepotisme masih dianggap lumrah. Ketidaktransparan dan minimnya pengawasan terhadap penggunaan dana publik menjadi celah bagi perbuatan korupsi. Birokrasi yang kompleks juga menambah resiko terjadinya korupsi. Hukum yang ringan dan peradilan yang lambat menjadi dorongan bagi para pelaku korupsi. Akibatnya, rasa takut terhadap hukuman tidak lagi menjadi kendala.

Teori Gone mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya memanglah serakah, tidak pernah puas dan tidak pernah ada kata cukup dalam diri koruptor tersebut. Keserakahan ditimpali dengan kesempatan, maka akan terjadi kolaborasi tindak pidana korupsi serta pengungkapan dan penindakannya atas pelaku yang tidak mampu menimbulkan efek jera.

Yang menjadi alasan kenapa para pejabat pemerintah di Indonesia ini masih banyak korupsi adalah karena mereka merasa mempunyai kekuatan dan kedudukan yang tinggi, maka dengan itu mereka bisa melakukan kecurangan. Alasan berikutnya yaitu, mereka memiliki sifat yang dimana tidak pernah merasa cukup dan tidak puas dengan apa yang dimilikinya, maka dari itu mereka melakukan kejahatan korupsi. Selanjutnya, Money Politics biasa terjadi diantara para pejabat tinggi yang ingin menjadi pemimpin dengan cara menyogok masyarakat.

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui bahwa ternyata memang masih banyak pejabat negara yang menyalahi fungsi dan tugas mereka karena korupsi, menurut Jaksa Agung perkara ini menjadi tanggung jawab Kejaksaan untuk terus melakukan penindakan sampai tindak pidana korupsi bisa dimusnahkan hingga ke akar-akarnya. Bahkan ketika ada kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan jajarannya sendiri seperti saat Kajari Bondowoso kena OTT waktu itu, kalau kata Jaksa Agung “ Tidak Ada Ampun”.

Sebagai contoh , Eddy Hiariej seorang Wakil Menteri Hukum dan HAM periode 2020-2024, akademisi dan guru Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada dan dia juga seorang saksi ahli kopi sianida yang menjadi tersangka kasus korupsi per Oktober 2023, Eddy dilaporkan Indonesia Police Watch ke KPK pada bulan Maret 2023. Eddy diduga menerima gratifikasi senilai Rp 7 miliar terkait konsultasi hukum dan permintaan pengesahan status badan hukum PT. Citra Lampia Mandiri, pengacara mantan direktur PT. Citra Lampia Mandiri M Sholeh Amin membantah kalau kliennya menyuap Eddy tapi justru Eddy yang memeras kliennya. Awalnya mantan direktur PT. CLM Helmut Hermawan Thomas Azali ( pemilik dan direktur keuangan PT CLM ) dan emmanuel Valentinus Domen ( direktur utama PT. APMR Holding yang memiliki 85% saham di PT. CLM ) meminta perlindungan hukum dan menanyakan perkara yang dihadapi ke Eddy lalu, Eddy merekomendasikan pengacara yang bernama Yosi untuk mendampingi perkara yang lagi berjalan di Mabes Polri itu. Biaya jasa hukum yang dipatok sebesar Rp 4 miliar.

Selain itu, mereka juga diminta untuk membayar Rp 3 miliar dengan dijanjikan akan mengeluarkan SP3 ke-2 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan untuk permasalahan di Bareskrim Polri. Tidak sekedar itu, menurut Sholeh Eddy pernah memaksa untuk menyerahkan 12,5% saham tambang PT.CLM untuk dirinya. Kalau tidak dikasih Eddy mengancam untuk mempidanakan kliennya dan diambil perusahaannya setelah Eddy ditolak ancaman Eddy jadi kenyataan. Menurut Sholeh status kepemilikan saham perusahaan pun berubah di Ditjen AHU Kemenkumham dan ada berbagai upaya kriminalisasi terhadap karyawan-karyawan PT. CLM. Sebelum ditetapkan jadi tersangka Eddy membantah laporan IPW, menurutnya laporan itu cuman sekedar fitnah.

Dari kasus diatas, bisa kita simpulkan bahwa para pejabat-pejabat tinggi di pemerintahan Indonesia ini masih menganggap remeh korupsi dan tidak memikirkan dampaknya kepada masyarakat. Mereka hanya memikirkan keuntungan dan kesenangan yang mereka dapatkan, dengan kekuasaan yang mereka miliki mereka bebas melakukan apapun termasuk menggelapkan dana masyarakat, memeras karyawan atau partner kerja dan menyuap orang-orang kejaksaan untuk menutupi kejahatan mereka.

Menurut pendapat Najwa Shihab “ koruptor itu harus dimiskinkan, supaya kita tidak melihat lagi orang yang masih di dalam penjara tapi bisa membeli hakim, bisa membeli hukum, bisa tetap bersenang-senang, punya banyak perabotan dipenjara.”

Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks, faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi.

Erry Hardjapamekas menyebutkan tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, kurangnya keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa, rendah nya gaji pegawai negeri sipil, lemahnya komitmen dan konsistensi penegakkan hukum dan peraturan perundang-undangan, rendahnya integritas dan profesionalisme, mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan dan birokrasi belum mapan, kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan dan lingkungan masyarakat, serta lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.

Penulis: Riri Anggraini

Mahasiswa Universitas Baiturrahmah